MANOKWARI – Nelayan dan kapal tradisional di Manokwari dinilai masih mengabaikan pentingnya penggunaan
ELT, EPIRB dan PLB (Pemancar Sinyal Marabahaya) yang dapat memudahkan pencairan dan pertolongan ketika terjadi kecelakaan dalam pelayaran.
Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Kabupaten Manokwari, Monce Brury mengaku tak banyak nelayan maupun kapal tradisional yang mendaftarkan alat pemancar sinyal marabahaya. Itu menandakan penggunanya pun masih minim.
“Yang mendaftar hanya sedikit. Padahal alat ini sangat penting,” ungkapnya, Rabu (18/5).
Menurutnya sosialisasi dan edukasi sudah dilakukan kepada pejasa transportasi laut seperti kapal tradisional maupun petahu nelayan. Hanya saja, belum ada regulasi yang kuat untuk Basarnas mewajibkan penggunaan alat tersebut kepada mereka.
“Kami sejauh ini sebatas edukasi kepada mereka agar bisa menggunakan alat ini agar mudah dilakukan pencarian dan pertolongan ketika tejadi marabahaya,” ungkapnya.
ELT, EPIRB maupun PLB kata dia adalah alat penting yang mudah didapatkan, harganya murah dan mendaftarkannya tidak dipungut biaya.
“Harganya sekira 500 ribuan. Fungsinya sangat penting. Apalagi di wilayah perairan Manokwari, masih banyak lokasi yang tidak terkoneksi dengan jaringan telekomunikasi,” tuturnya.
Dia lalu mengimbau pemilik kapal tradisional, perahu nelayan maupun pribadi orang untuk bisa melengkapi alat pemancar sinyal marabahaya dan mendaftarkan secara geratis di kantor Pencarian dan Pertolongan Manokwari.
“Ketika terjadi bahaya, seperti mati mesin, tersesat dihutan dan kondisi lainnya, tombol alat ini dan sinyal akan terpancar lalu terkoneksi di kantor Basarnas pusat. Lokasi pengguna berada akan diketahui dan dengan begitu pencairan maupun pertolongan dapat mudah dilakukan,” tambahnya. (DTM/NN)