FAKFAK – Penjabat Gubernur Papua Barat Ali Baham Temongmere menilai eksistensi adat dan budaya dengan filosofi Satu Tungku Tiga Batu, penting untuk dipertahankan.
Menurut dia kearifan lokal dari simbol adat marga di negeri Mbaham Matta, bermakna untuk mengenang marga- asal-usul sejarah setiap keluarga.
“Setiap marga di Fakfak, memiliki simbol,” terangnya saat Wewowo (rapat adat) memperingati HUT ke-123 tahun di kediaman pertuanan Raja Fathagar, Rabu (15/11/2023).
Simbol adat itu, lanjut dia bisa dirangkai dengan upaya pembangunan berbagai bidang. Dicontohkan pengembangan komoditas lokal yang diawali dari adat.
“Misalnya mengembangkan kebun bersama secara adat dengan mendorong tanaman pangan lokal seperti buah merah, keladi, pisang dan lain-lain. Pangan lokal yang bergizi untuk pertumbuhan dan kepintaran,” jelasnya.
Contoh itu sejalan dengan tugas pemerintah pusat untuk masalah stunting, kemiskinan ekstrim dan inflasi. Masyarakat juga diimbau perbanyak konsumsi pangan lokal dibanding makanan cepat saji.
Ia memastikan lebih banyak blusukan untuk memastikan ketersediaan pangan lokal. Cara itu sekaligus berinteraksi dengan masyarakat.
“Memulai tugas dengan turun ke pasar, melihat bagaimana aktivitas ekonomi, ya 60 persen saya lebih banyak di lapangan,” akunya.
Wewowo adat tersebut dihadiri Raja Ati-Ati, Raja Rumbati, Raja Pik-Pik Sekar, Raja Wertuar, Raja Pattipi dan Raja Arguni. Mereka mengusung tema bergerak bersatu membangun negeri Fakfak, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan dalam menghadapi era globalisasi.
Bupati Fakfak Untung Tamsil mengajak semua masyarakat petuanan mendukung program pembangunan nasional seperti pabrik pupuk Kaltim dan Smelter.
“Bersyukur karena presiden memberi perhatian lewat program pembangunan. Mari bersatu membangun daerah ini,” singkatnya.
(RLS/NN)