PEGUNUNGAN ARFAK – DPR Papua Barat melalui ketua dan juga Komisi I
menerima pengaduan masyarakat terkait pemotongan dana desa untuk kampung Mainda dan Smainggei di Distrik Minyambouw.
“Kita segera tindak lanjuti aduan sekaligus sebagai referensi dan dasar untuk memanggil dan menanyakan alasan pemotongan tersebut ke dinas terkait,” ujar Ketua Komisi I DPR Papua Barat George Dedaida.
Kata dia, dana kampung seharusnya tidak boleh dipotong. Karena dari sumber itu pemerintah kampung dapat melakukan pembangunan.
“Untuk mendukung pembangunan yang dilakukan warga kampung. Kita nanti cek DPM apakah ada aturan pemotongan atau tidak? Kalau tidak berarti mereka harus bertanggung jawab kenapa potong uang yang untuk masyarakat,” ungkap Dedaida.
Sementara itu, Soleman selaku Kepala semaingge, mengaku pemotongan di Kampungnya mencapai 40 juta. Alasan pemotongan itu, untuk membiaya kegiatan kampung, serta penyusunan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana tersebut.
“Tiap pencairan itu langsung dipotong, sudah dipotong dana desa tahun lalu,” katanya.
Diketahui, kampung Smainggei dan Mainda dalam setahun menerima alokasi dana desa/kampung masing-masing sebesar Rp700 juta, ditambah lagi dengan alokasi dana otsus per kampung senilai Rp200 juta. Penyalurannya dana-dana ini diberikan secara betahap.
“Dana desa/kampung, dana otonomi khusus, dana alokasi khusus atau DAK itu, harus kita maksimalkan pengelolaannya untuk mendukung pembangunan kampung, untuk masyarakat,” pesan Dedaida.
Ditempat yang sama, anggota Komisi I Jerkius Saiba mengaku aduan itu aka segera dijawab para pihak.
“Apakah pemotongan itu dibenarkan untuk pendamping?, Aturan yang merinci kebutuhan atau hak-hak pendamping itu apa saja? Ini harus dicantumkan biar jelas. Sehingga kita tahu dan bisa sampaikan bahwa, potongan dana itu sudah sesuai dengan aturan. Kalau potong cuma-cuma saja, itu tidak betul,” pungkasnya.
(RLS/NN)